Gerakan separatisme adalah gerakan untuk memisahkan diri (mendirikan negara sendiri). Gerakan ini muncul dikarenakan oleh banyak sebab yang di antaranya adalah perbedaan agama, paham politik, dan ekonomi. Dalam makalah presentasi ini, kelompok kami menyajikan gerakan separatisme yang dilakukan oleh etnis Melayu Patani di wilayah Thailand Selatan. Didahului dengan pengenalan tentang etnis Melayu Patani, pergerakkan separatisnya, pengaruh dari luar, hingga campur tangan pemerintah Thailand dalam kasus separatis ini.
Melayu Patani: Selayang Pandang Sejarah dan Masyarakatnya
Melayu Patani secara demografi hanya menempati 3% dari sekita 50 juta penduduk Budha di Thailand pada 1990. Mereka merupakan etnis mayoritas di empat provinsi di Thailand Selatan yaitu, Patani, Narathiwat, Yala, dan Satun. Patani ialah sejarahnya berasal dari kerajaan Melayu Langkasuka. Kerajaan ini dikenal sebagai kerajaan maritim dan sebagai pelabuhan bagi pelaut Asia, terutama bagi yang berlayar melewati teluk Siam dan Semenanjung Vietnam dan Malaya. Seiring waktu, kerajaan ini runtuh lalu digantikan dengan Kerajaan Patani. Menurut Hikayat Morong Mahawangsa dari Kedah, Patani berasal dari kota Mahligai sebagai perkembangan dari desa pantai. Kota ini terletak jauh di pedalaman dan sukar didatangi pedagang-pedagang, sehingga lalu dipindahkan ke sebuah kota pelabuhan bernama Patani yang terletak ke sebuah kota pelabuhan bernama Patani yang terletak ke sebuah kota pelabuhan bernama Patani yang terletak di Kampong Grisek yang dahulunya juga merupakan pelabuhan Kerajaan Langkasuka. Negeri ini memiliki hubungan dengan pedagang Arab dan India yang kawin-mawin dengan penduduk setempat. Kedudukan Patani terletak di daerah yang sangat strategis, yang dilalui lintas perdagangan Timur-Barat, menyebabkan kerajaan Patani cepat berkembang dan menjadi kerajaan penting di selatan Siam dan utara Semenanjung Malaka. Hubungan kerajaan Patani dengan Siam di utara sangat dekat, sekalipun berbeda agama. Namun, kedua kerajaan ini sering diwarnai konflik, saling menekan, menyerang, dan menduduki. Raja Phraya Chakri, raja Siam, menundukkan Patani pada 1785, mulai saat itu Siam kemudian mengintervensi Patani dengan cara mencampuri pengangkatan raja Patani dan memecah belah wilayah Patani menjadi tujuh negeri atau Hua Muang dan melantik raja-raja untuk ketujuh negeri itu. Tujuh negeri yang dimaksud adalah Patani, Teluba, Nongchik, Jalor, Jambu, Rangae, dan Reman
Pergerakkan Separatis Patani
Dalam sejarahnya, setelah Siam berhasil menundukkan Patani, Siam mulai melakukan sistem yang berusaha menghilangkan agama dan budaya Melayu Patani, sehingga dalam wilayah Siam itu diharuskan satu agama, bangsa, bahasa, dan kebudayaan Siam. Pada masa pemerintahan Chulalongkorn (Rama V) diterapkan sistem Thesaphiban yang menghilangkan otonomi dan kedaulatan raja-raja Melayu Islam. Hal ini menimbulkan konflik dan pemberontakkan sehingga Tengku Abdul Kadir Kamaruddin, raja Patani, ditangkap pada 1902. Selanjutnya pada pemerintahan Pibul Songgram pada 1939, diterapkan program Rathaniyom yang dapat menghilangkan identitas Melayu-Islam di Patani, karena mereka tidak dibenarkan lagi menggunakan nama Melayu, berpakaian Melayu, bercakap dan menulis dalam bahasa Melayu, apalagi mempelajari agama Islam (Shaifullah, 88:2010). Gejolak pemberontakkan terus dilakukan sehingga muncul front-front pembebasan Melayu Patani, mereka dalah Barisan Nasional Pembebbasan Patani (BNPP), Barisan Revolusi Nasional (BNR), Patani United Liberation Organization (PULO), dan Gerakan Melayu Patani Raya (GAMPAR).
Khusus untuk PULO, front ini diorganisir di India oleh Tengku Bira Kotanila (Kabir Abdul Rahman), Tengku Bira memfokuskan pengerahan pemuda dan PULO ini lebih sekuler-nasionalis yang membedakan dengan BNPP (Islam ortodoks) dan BRN (Islam-sosialisme). Kelompok front-front ini memandang pemerintah Thailand sebagai kekuatan kolonial yang tanpa kompromi menekankan kepentingannya melalui jalan militer. Gerakan gerilya dillakukan sejak tahun 1970-an. Penduduk Muslim di desa yang tinggal di wilayah konflik secara langsung atau tidak langsung ikut terlibat dalam front-front ini. Antara tahun 1968 dan 1975, pemerintah Bangkok meluncurkan operasi militer untuk melawan aktivitas teroris. Sebagian front-front yang ada di Patani ini telah memiliki jaringan di Arab Saudi, Malaysia, dan negara-negara Islam lainnya. Front-front tersebut misalnya PULO, BRN dan BNPP. Selain itu, pemimpin GAMPAR, Tengku Mahmud Mahyudin, berhasil mengajukan permohonan banding ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menginvestigasi pemerintah Thailand di Patani dan mengatur pemungutan suara untuk menentukan status daerah atau yang dikenal dengan plebisit (Che Wan, 66: 1990).
Pengaruh Luar
Perjuangan separatis dari Melayu Patani di Thailand selatan, sejak permulaannya ternyata mengandung keterlibatan dari wilayah tetangga yaitu Malaysia. Masyarakat Melayu Patani mengharapkan bantuan dari Malaysia karena terdapat kekerabatan dan kesamaan budaya, agama dan sejarah. tapi harapan mereka tak terrealisasikan karena Malaysia sendiri mnghadapi permasalahan internalnya. Pada permulaan abad ke-20, keluarga raja Patani memohon kepada kekuasaan Britania Raya di Semenanjung Malaya untuk membebaskan Patani dari dominasi Thailand dan Patani ingin digabungkan dengan Semenanjung Malaya yang dikuasai Inggris. Sir Frank Swettenham memprakarsai penggabungan Patani ke British Malaya pada 1901. Tengku Mahmud Mahyuddin sudah yakin bahwa Inggris akan menggabungkan Patani ke Bristish Malaya. Tapi harapan itu terpaksa kandas karena Siam telah memiliki perjanjian tentang batas-batas wilayah pada Januari 1949. Masyarakat Melayu Patani terpaksa dan bersiap menggabungkan wilayahnya ke Thailand, mengubah nama mereka menjadi nama Thai, dan menyekolahkan anak mereka ke sekolah Thai. Namun, ada juga sebagian dari mereka yang merantau ke utara Malaysia, misalnya Kedah, Kelantan, Perak, dan Trengganu. Selain itu, ada juga sebagian yang merantau ke Arab Saudi.
Sebagai dukungan terhadap provinsi Muslim di Thailand selatan, di Malaysia ada Partai Sosialis Rakyat Malaysia yang mendiskusikan tentang Melayu Patani guna menolong nasib mereka. Malaysia mulai mencampuri urusan empat provinsi yang sebagian besar Muslim di Thailand selatan. Reaksi dari pemerintah Thailand pun muncul akibat dari tindakan Malaysia ini. Selain itu, Malaysia juga mendirikan Thai-Malaysia General Border Committe untuk mendiskusikan keamanan dan permasalahan di daerah perbatasan Malaysia-Thailand. Dengan dibantu hubungan Malaysia-Thailand, para pemimpin Patani diusahakan untuk menempati jabatan di pemerintahan Thailand yang bertujuan untuk lebih menyejahterakan kaum Melayu Patani.
Respon Pemerintah
Pemerintah Thailand dalam menghadapi gerakan separatisme Patani selain dengan cara kekerasan militer, namun juga dengan cara pendekatan terhadap Melayu Muslim melalui pendidikan. Pendidikan Thai diusahakan untuk mencapai komunikasi dan kesepahaman yang lebih baik antara Melayu-Muslim dan pemerintah Thai. Tujuan yang pokok yaitu membuat masyarakat Patani menerima otoritas negara Thailand. Dari sisi lain, hal ini menimbulkan masalah lain, yaitu semakin tersingkirnya pondok sebagai tempat pendidikan tradisional Melayu Patani (Che Wan, 164:1990). Bagi sebagian muslim, hal ini merupakan ancaman terhadap keberlangsungan pendidikan komunitas muslim Patani.
Kesimpulan
Fakta sejarah telah membuktikan mengapa pemerintah tetap mempertahankan wilayah Patani dan terus meredam gerakan separatis mereka dengan berbagai cara. Wilayah Patani sejak zaman kerajaan Siam telah ditundukkan dan terus dipertahankan hingga sekarang agar Patani tidak lepas dari Siam (Thailand). Namun dari berbagai sumber yang kami dapatkan, tenyata dapat ditarik kesimpulan mengapa Thailand tetap melawan gerakan separatisme Patani. Salah satunya adalah pemerintah Thailand dengan kebijakkannya memaksa asimilasi budaya Thai terhadap Melayu Patani. Akibat dari penindasan Thailand ini, maka orang Patani kurang dapat melakukan hubungan dengan dunia internasional. (Adwi N. Riyansyah)
Daftar Pustaka
- Che Wan, W.K. 1990. Muslim Separatism: The Moros of Southern Philipines and The Malays of Southern Thailand. Filipina: Ateneo de Manila University Press
- Shaifullah. 2010. Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara. Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Sumber internet
- http://eramuslim. Com/berita/analisis/bukan-pasukan-tapi- pengertian-yang- dibutuhkan-di-thailand- selatan.htm# (diakses tanggal 25 April 2013)
- http://dunia.news.viva.co.id/news/read/400975-thailand-dan-separatis-muslim-gelar- pembicaraan-damai (diakses tanggal 23 April 2013)
Sumber gambar: berandamadina.wordpress.com