Pembahasan Robert Chambers dalam bab Dua Buah Budaya Orang Luar pada buku Pembangunan Desa: Mulai Dari Belakang (1988) memfokuskan kepada pihak-pihak yang berperan penting dalam pembangunan masyarakat di desa. Mereka adalah para ilmuwan sosial dan para pelaksana; dan atau ahli lingkungan fisik dan ahli ekonomi politik. Maksud Chambers pada istilah “Orang Luar” adalah mereka yang terlibat dalam pembangunan desa, di luar masyarakat desanya dan di tangan mereka inilah pembangunan itu berhasil atau gagal. Olehnya, “orang luar” ini terbagi dalam dua kutub budaya. Budaya ilmuwan yang negatif dan budaya positif para pelaksana. Masing-masing dari mereka memperlihatkan fakta kinerja yang berbeda-beda. Para ilmuwan yang terbiasa mengolah dan mengembangkan ilmu mereka di perguruan tinggi akan pandai mengkritik tanpa berbuat sesuatu yang riil. Mereka mempersoalkan, mencari-cari kesalahan atas pembangunan yang tengah dilangsungkan. Mereka kurang memahami segala kendala yang ada di lapangan.

Pola pikir dari kalangan ilmuwan ini menurutnya adalah bersifat evaluasi. Sikap kritis mereka memang berguna untuk mengevalusi pembangunan, dalam kondisi yang benar. Namun, apabila menyesatkan, maka akan menghambat pembangunan. Para ilmuwan sering lebih mudah memperoleh dana pada penelitian dalam suatu program pembangunan baru. Karena, masih baru itulah muncul kesalahan sebagai akibat dari kurangnya pengalaman. Hal seperti lebih diperparah dengan adanya hasil penelitian mereka yang sangat lama, sementara pembangunan harus terus berlanjut dan menanti saran dan kritik. Sehingga hasil penelitian kadang sudah tidak relevan lagi atas pembangunan yang sudah selesai atau masih berjalan. Meminjam pernyataan dari Chambers bahwa yang diharapkan ialah suatu analisis dari ilmuwan yang bersifat kritis akan berhasil apabila proses itu dapat mengubah pola pikir dan pola tindak yang akan menguntungkan rakyat.

Selanjutnya adalah kelompok yang banyak terlibat dalam perencanaan, pelaksanaan program dan proyek, serta penelitian dan pengembangan pembangunan pedesaan, yang oleh Chambers bersifat lebih positif. Para pelaksana pembangunan ini akan bertanggung jawab atas keputusan, untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan, menyediakan sumber daya, untuk menentukan apa yang akan atau tidak dilakukan. Mereka inilah yang lebih memahami apa yang terjadi di lapangan. Namun, mereka sangat rentan apabila terjadi penyalahgunaan pembangunan. Menurutnya, pada kasus masyarakat desa orang-orang yang mendapat penghargaan dan kenaikan pangkat adalah yang aktif, bersemangat, dan berjiwa wiraswasta. Posisi ekonomi mereka lebih mampu dari kebanyakkan warga. Para elite desa inilah yang dapat memanipulasi data pembangunan yang ada di desanya. Tentunya dengan kerjasama dengan para pelaksana.

Para elite desa ini juga mempunyai posisi penting dalam menentukan pembangunan desa. Berikutnya, pembangunan desa seringkali dipengaruhi secara politis oleh kelompok-kelompok tertentu sehingga rentan mendapat serangan atau gangguan dari lawan politisnya. Para pelaksana pun seringkali mengejar target tunggal dan yang bersifat fisik dan teknis. Di sini terlihat profesionalisme mereka sempit untuk menghasilkan sesuatu sesegera mungkin. Terakhir adalah agar usulan pembangunan disetujui oleh penyelenggera dana, dengan  mudahnya mereka mengutak-atik analisa biaya manfaat sosial guna memperoleh persetujuan dan pembiayaan.

Tiga faktor utama yang ditemukan dalam buku tersebut dan menjadi persoalan pembangunan di desa adalah sempitnya lahan pertanian, banyaknya jumlah penduduk, dan kemiskinan. Pemanfaatan perekonomian desa yang hanya diperoleh para elit desa membuat mereka semakin kaya dan rakyat kecil semakin miskin. Fenomena seperti ini yang sering terjadi di desa-desa di Indonesia. Mengutip dari Chambers, dari para ilmuwan maupun pelaksana dibutuhkan pendekatan yang mencari kearifan dari kedua kutub yang berlawanan, yang dalam praktek tidak mencari kesalahan pada apa yang diucapkan dan sikap yang mencemoohkan kata-kata orang lain. Ia memberikan jalan bahwa kelompok ilmuwan dan pelaksana hendaknya berkumpul, mendengarkan dan bersilang pendapat dengan kelompok ilmuwan dan pelaksana yang lain dengan latar belakang yang berbeda sehingga tidak memusatkan perhatian pada bidang keahlian masing-masing.

Acuan sumber:

Chambers, Robert. 1988. Pembangunan Desa Dari Belakang. Jakarta: LP3ES.

Related Images:

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *