Observasi merupakan salah satu teknik penting, mendasar, dan paling banyak dilakukan dalam penelitian etnografi, baik kualitatif maupun kuantitatif. Dalam teknik observasi atau pengamatan ini, observer (pengamat) dan orang yang diamati dapat berfungsi sebagai pemberi informasi (informan).
Jika dikaitkan dengan fungsi manusia sebagai alat, maka panca indera manusia (penglihatan, pendengaran, penciuman, perasaan lidah, dan perasaan tubuh) dapat digunakan sebagai sarana untuk observasi. Seorang peneliti apabila hendak berangkat menuju lapangan untuk melakukan pengamatan hendaknya berada dalam kondisi netral, kosong, seolah-olah tanpa dibebani teori-teori tertentu. Dalam pengumpulan data diusahakan agar penelitian didasarkan atas kemampuan data itu sendiri. Observasi partisipasi pada gilirannya menampilkan data dalam bentuk masalah-masalah dibalik perilaku yang disadari dan terjadi secara kebetulan. Teknik observasi ini juga menggunakan sudut pandang menyeluruh (holistik) mengenai kehidupan sosial budaya tertentu. Teknik tersebut melibatkan seluruh panca indera untuk mengetahui apa yang dirasakan oleh observer (pengamat).
Ditinjau dari sisi observer, observasi ini terbagi menjadi dua yaitu a) observasi terbuka dan b) observasi tertutup. Observasi terbuka artinya observer dengan objek penelitian itu saling mengenal, sedangkan observasi tertutup observer berada di luar pengetahuan objek yang diamati. Observasi atau pengamatan terbagi menjadi tiga macam, yaitu pertama, observasi bebas, observer maupun objek yang diamati berada pada kondisi bebas tanpa aturan sama sekali. Kedua, observasi terkendali artinya objek ditempatkan pada lokasi tertentu. Kemudian yang ketiga, observasi terlibat/partisipasi artinya peneliti ikut serta dalam kegiatan objek yang diamati (Ratna, 2010:219).
Observasi melibatkan tiga objek sekaligus, yaitu a) lokasi tempat penelitian berlangsung, b) para pelaku dengan peran-peran tertentu, c) aktivitas para pelaku yang dijadikan sebagai objek penelitian. Walaupun teknik observasi ini dianggap sebagai teknik yang sering dianjurkan penggunaannya, bukan berarti teknik ini tidak memiliki kelemahan. Justru karena kehadiran manusia sebagai alat dalam teknik observasi yang menimbulkan kelemahan yang tak terhindarkan. Adapun kelemahan-kelemahannya adalah:
- Berbeda dengan sarana dalam bentuk teknologis jelas kemampuan manusia terbatas, baik dalam kekuatan untuk mengingat dan mencatat maupun mengolahnya. Cara seperti ini biasanya memakan banyak waktu dan bahkan biaya.
- Manusia sebagai alat sering tidak sistematis, terlalu subjektif, sehingga mengurangi kualitas objektivitasnya.
- Berapa lama pun seorang peneliti berada di lapangan tidak mungkin dapat menyaksikan peristiwa kebudayaan secara lengkap. Artinya, masih banyak aspek-aspek lain yang berharga yang belum diperoleh (Ratna, 2010: 221).
Apabila berbicara tentang pengamatan dengan keterlibatan langsung, etnografer harus melihat secara cermat keterlibatan ‘langsung’ yang ‘sedang’ dialami oleh calon informan. Etnografer tidak boleh mengamsusikan bahwa informan itu telah “terenkulturasi” penuh akibat suasana budaya yang ‘telah’ dialami, sedangkan ‘kini’ informan mengalami suasana yang berbeda. Inilah pentingnya keterlibatan langsung peneliti. Misalnya, apabila seorang peneliti menanyakan informasi pekerjaan kepada informan sebagai pengantar susu, tetapi informan sudah tidak lagi menjadi pengantar susu, sejak tiga tahun yang lalu. Informan akan sulit mengungkapkannya karena informan telah meninggalkan suasana itu dan hanya dapat mengingat garis besar yang umum serta dengan batasan dan frasa yang berbeda. Meninggalkan suasana budaya juga melibatkan perubahan besar dalam perspektif informan.
Sumber:
Ratna, Nyoman Kutha. 2010. Metodologi Penelitian Kajian Budaya dan Ilmu-Ilmu Sosial Humaniora Pada Umumnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Spradley, James. P. 2006. Metode Etnografi. Yogyakarta: Tiara Wacana.